Dasar Hukum

Dasar Hukum Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum (JDIH) di Indonesia

Pendahuluan

Ketersediaan dokumentasi dan informasi hukum yang akurat, terpadu, dan mudah diakses masyarakat merupakan kebutuhan penting dalam penyelenggaraan pemerintahan yang transparan. Untuk menjawab kebutuhan tersebut, pemerintah membentuk Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum (JDIH). JDIH berfungsi sebagai sarana pendayagunaan dokumen hukum sekaligus media penyebarluasan informasi hukum kepada publik. Penyelenggaraan JDIH memiliki dasar hukum yang jelas dan menjadi kewajiban bagi setiap instansi pemerintah, baik pusat maupun daerah.


Pembahasan

1. Peraturan Presiden Nomor 33 Tahun 2012

Peraturan Presiden Nomor 33 Tahun 2012 tentang Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum Nasional (JDIHN) menjadi dasar hukum utama dalam pengelolaan JDIH. Perpres ini mengatur:

  • Kelembagaan dan koordinasi JDIHN.
  • Peran Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN), Kementerian Hukum dan HAM sebagai pembina dan pusat integrasi JDIH.
  • Kewajiban seluruh instansi pemerintah, termasuk pemerintah daerah, untuk membentuk dan mengelola JDIH.
  • Tujuan JDIHN, yaitu menyediakan dokumentasi dan informasi hukum yang terpadu, akurat, mudah diakses, serta dapat dipertanggungjawabkan.

2. Keputusan Presiden Nomor 91 Tahun 1999

Sebelum lahirnya Perpres 33 Tahun 2012, dasar hukum awal JDIH adalah Keputusan Presiden Nomor 91 Tahun 1999. Keppres ini menegaskan pembentukan JDIHN untuk pertama kalinya di Indonesia. Walaupun sebagian besar ketentuannya telah digantikan oleh Perpres 33 Tahun 2012, Keppres ini penting secara historis sebagai tonggak awal pengembangan JDIH.

3. Permenkumham Nomor 2 Tahun 2013 dan Permenkumham Nomor 8 Tahun 2019

Untuk memberikan standar teknis, pemerintah menetapkan Permenkumham Nomor 2 Tahun 2013 tentang Standar Pengelolaan JDIH. Aturan ini kemudian diperbarui dengan Permenkumham Nomor 8 Tahun 2019, yang mengatur:

  • Tata cara digitalisasi dokumen hukum.
  • Penggunaan sistem elektronik yang terintegrasi.
  • Standarisasi pengelolaan dan penyajian dokumen hukum.
  • Mekanisme pengelolaan website JDIH yang seragam di seluruh Indonesia.

4. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 jo. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2022

UU tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan juga memperkuat kewajiban penyediaan akses informasi hukum. Salah satu prinsip penting dalam pembentukan peraturan adalah keterbukaan, yang relevan dengan keberadaan JDIH.

5. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik

UU ini mewajibkan badan publik untuk membuka akses terhadap informasi yang dikuasainya, termasuk dokumen hukum. Oleh karena itu, JDIH menjadi sarana implementasi keterbukaan informasi di bidang hukum.


Penutup

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa penyelenggaraan JDIH memiliki dasar hukum yang kuat, yaitu Perpres Nomor 33 Tahun 2012 sebagai regulasi utama, ditopang oleh Permenkumham Nomor 8 Tahun 2019, serta didukung oleh UU Keterbukaan Informasi Publik dan UU Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Dengan demikian, keberadaan JDIH bukan sekadar inovasi teknologi informasi, melainkan amanat hukum yang wajib dilaksanakan oleh setiap instansi pemerintah.