DASAR HUKUM PERJANJIAN KERJA SAMA (PKS) ANTARA PEMERINTAH DAERAH DAN PIHAK KETIGA 

 

Perjanjian Kerja Sama (PKS) merupakan instrumen hukum yang digunakan oleh pemerintah daerah untuk menjalin hubungan kemitraan dengan pihak ketiga dalam rangka meningkatkan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan publik. PKS berfungsi sebagai dasar legalitas pelaksanaan kegiatan bersama yang melibatkan hak dan kewajiban para pihak. Artikel ini bertujuan untuk menjelaskan dasar hukum, prinsip, serta kedudukan PKS dalam sistem hukum Indonesia. Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif dengan pendekatan peraturan perundang-undangan. Hasil kajian menunjukkan bahwa PKS memiliki kekuatan hukum yang mengikat sebagaimana diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata serta diperkuat oleh ketentuan khusus mengenai kerja sama daerah sebagaimana diatur dalam PP Nomor 50 Tahun 2007 dan Permendagri Nomor 22 Tahun 2020.

Dalam pelaksanaan otonomi daerah, pemerintah daerah diberikan kewenangan untuk mengelola urusan pemerintahan secara mandiri. Salah satu bentuk pelaksanaan kewenangan tersebut adalah menjalin kerja sama dengan pihak lain melalui mekanisme Perjanjian Kerja Sama (PKS).
PKS menjadi penting karena selain sebagai alat koordinasi dan sinergi, juga berfungsi sebagai dasar hukum pelaksanaan kegiatan bersama antara pemerintah daerah dengan instansi lain, baik pemerintah, swasta, maupun lembaga masyarakat.

Keberadaan PKS memberikan kepastian hukum terhadap tanggung jawab dan hak masing-masing pihak serta menjadi instrumen akuntabilitas publik dalam pelaksanaan program kerja sama.


Dasar Hukum Perjanjian Kerja Sama

  1. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata)
    KUH Perdata menjadi dasar umum perjanjian di Indonesia. Pasal 1313 mendefinisikan perjanjian sebagai suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Syarat sah perjanjian tercantum dalam Pasal 1320, meliputi kesepakatan, kecakapan, objek tertentu, dan sebab yang halal. Berdasarkan Pasal 1338 ayat (1), setiap perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi para pihak yang membuatnya. Dengan demikian, PKS memiliki kekuatan mengikat secara hukum.

  2. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
    Undang-undang ini memberikan dasar hukum bagi pemerintah daerah untuk melakukan kerja sama dengan daerah lain atau dengan pihak ketiga dalam penyelenggaraan urusan pemerintahan. Pasal 363 menyatakan bahwa kerja sama daerah dilakukan berdasarkan efisiensi dan efektivitas pelayanan publik serta kepentingan daerah.

  3. Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pelaksanaan Kerja Sama Daerah
    PP ini mengatur mekanisme pelaksanaan kerja sama antara pemerintah daerah dengan pihak lain, baik dalam negeri maupun luar negeri. Prinsip kerja sama daerah adalah efisiensi, efektivitas, sinergi, dan saling menguntungkan.

  4. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 22 Tahun 2020 tentang Tata Cara Kerja Sama Daerah dengan Pemerintah Daerah Lain dan Pihak Ketiga
    Permendagri ini memperjelas tahapan penyusunan naskah PKS, proses evaluasi, hingga pelaporan hasil kerja sama. Regulasi ini memberikan pedoman teknis yang harus diikuti oleh setiap pemerintah daerah dalam menjalin kerja sama.

  5. Peraturan Presiden Nomor 38 Tahun 2015 tentang Kerja Sama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU)
    Perpres ini menjadi dasar hukum bagi kerja sama antara pemerintah dan badan usaha dalam penyediaan infrastruktur publik. Meskipun bersifat sektoral, prinsip-prinsip KPBU dapat diterapkan pada PKS yang melibatkan pihak swasta.

  6. Peraturan Perundang-undangan Lainnya
    PKS juga dapat mengacu pada peraturan sektoral yang relevan dengan bidang kerja sama, seperti peraturan di bidang pendidikan, kesehatan, lingkungan, dan pemanfaatan aset daerah.


Prinsip dan Kekuatan Hukum PKS

PKS memiliki kekuatan hukum mengikat apabila memenuhi syarat sah perjanjian sebagaimana diatur dalam Pasal 1320 KUH Perdata. Dalam konteks pemerintahan, prinsip-prinsip yang harus dipenuhi meliputi:

  • Transparansi dan akuntabilitas,

  • Efisiensi dan efektivitas,

  • Saling menguntungkan,

  • Tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.

Selain itu, PKS yang dilakukan oleh pemerintah daerah bersifat administratif sehingga tunduk pada prinsip-prinsip hukum administrasi negara, termasuk mekanisme pengawasan oleh Kementerian Dalam Negeri.

PKS merupakan instrumen hukum penting yang memungkinkan pemerintah daerah menjalin kerja sama dengan pihak lain secara legal dan terukur. Dasar hukum utama PKS bersumber dari KUH Perdata, UU Nomor 23 Tahun 2014, PP Nomor 50 Tahun 2007, serta Permendagri Nomor 22 Tahun 2020. Dengan adanya dasar hukum yang kuat, PKS tidak hanya menjadi alat koordinasi antar pihak, tetapi juga menjadi sarana untuk mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik (good governance) melalui kolaborasi yang transparan dan akuntabel.